Minggu, 10 Juli 2016

Penggalauan Saat Idul Fitri

Oke jadi ini adalah sisi otak gue yang filosofis yang berpendapat. This part of my brain suddenly out of nowhere thinks about this ridiculous and maybe a cheesy thing.

Jadi ceritanya gue lagi merayakan Idul Fitri (baca: waktu dimana mayoritas tetangga dan saudara ada opor ayam di rumahnya) di kampong halaman nyokap gue. Ngga terlalu jauh sih, Cuma 15 kilometeran mungkin. Jadi di tadisi keluarga gue, keluarga gue mengunjungi sanak saudara dari pihak ibu di hari raya islam ini. Bersilaturahmi biar kenal sama keluarga nyokap gue yang jauh dari rumah gue tinggal. Kegiatannya ya hanya bersalaman meminta maaf ke pada orang yang lebih tua daripada 
kita. Jadi yang muda berjalan ke rumah yang tua karena faktor tadi. Faktor umur juga deng.

Jadi gue ceritanya lagi jalan nih ke rumah salah satu sodara di sana dan gue melihat beberapa anak muda dan keluarga muda berkunjung ke tempat orang yang lebih tua. Anak muda mendatangi rumah orang yang lebih tua dan yang tua menunggu siapapun dating kerumahnya untuk bertemu sama dia. Dan tiba-tiba, Otak gue yang filosofis seketika menjadi galau. Kenapa? Let me explain to you.
Konsep dari budaya yang gue tulis tadi itu berhubungan dengan kehidupan percintaan. Yaa walaupun ngga semua orang kaya gitu. Jadi tiba-tiba otak gue berfikir seperti ini. “Percintaan itu ngga jauh beda sama suasana hari raya Idul Fitri ternyata.” Disini, otak gue berfikir ada dua tahapnya. Yang pertama adalah pencarian dan menunggu.

Pas lo suka sama seseorang pasti lo bakal mencari-cari dia kan? Entah namanya, alamatnya pokoknya segala tentang dia. Bukan Cuma itu aja yang otak gue fikirkan, Gue berfikir bahwa dalam percintaan kita harus milih, mencari dan mendekati hati sesorang. Dan jug ague berfikir ada kalanya kita yang harus mendekati hati tersebut. Sama halnya dengan silaturahmi, kita yang mengunjungi orang yang pengen kita temuin. Fase ini adalah fase yang mungkin bisa gue bilang adalah fase yang membutuhkan usaha yang paling banyak. Kenapa? Karena fase ini adalah fase yang paling penuh energy buat kita yang ingin mencari tambatan hati. Sama halnya dengan jiwa muda yang penuh sama energy. Di saat gue bersilaturahmi pun gue bertanya sama nyokap sama bokap gue, “Pak mak ini keluarga dari mana sih?” Pertanyaan ini sama dengan kita yang pengen tau atau pengen kenal. Kalo ternyata cocok sama kita kita bakalan nyambung kan?

Nah yang kedua adalah saat menunggu. Ini menurut gue adalah momen paling desperate yang bakal di lakukan kalo kita udah capek nyari tapi ngga dapet yang cocok. Seperti (maaf) orang yang sudah berumur (maaf lagi) yang energinya untuk berjalan saja udah kesusahan. Di sini, gue melihat orang-orang yang udah berumur yang menunggu kedatangan orang yang ingin sungkem sama mereka dengan senyum paling hangat mereka. Gue bisa merasakan bagaimana mereka beharap orang yang mengunjungi mereka buat tetep tinggal di deket dia. Disini gue berfikir, dalam hal cinta sama hati, ada kalanya juga kita bakal kehabisan energy untuk mencari dan akhirnya memutuskan untuk menunggu dengan segenap harapan kita. Memang desperate sih tapi, ada kalanya waktu seperti itu.

Ya, gue memang aneh. Dalam hari raya yang menyenangkan pun gue bisa berfikiran seperti itu. Tapi gue juga ngga nyesel sih bisa berfikir kaya gitu. Pada akhirnya kita juga yang milih mau melakukan hal yang mana. Apa kita mau terus mencari biar nemuin seorang yang cocok sama kita? Atau kita mau menunggu orang yang cocok sama kita? Itu terserah kalian. Kalo di bilang menunggu itu ngga ada usahanya, itu salah. Menunggu juga butuh kekuatan hati yang besar sob, ngga semena-mena cuma nunggu aja. Mungkin malah membutuhkan energy yang lebih gede dari pada mencari.


Oke jadi itu aja penggalauannya, gue udah tiap hari galau. Dengan itu gue menutup postingan kali ini. Semoga di hari raya ini kita bisa jadi pribadi yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Salam Opor Ayam dan Sambal Goreng Hati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar